Deja Vu adalah sensasi ketika kamu merasakan kejadian atau situasi yang sedang kamu alami pernah kamu lihat sebelumnya.
Dalam bahasa Prancis, Deja Vu adalah “sudah terlihat”. Business Insider, Sebuah penelitian memperkirakan 60 hingga 70 % dari kita, terutama yang berusia 15 -25 tahun, pernah mengalami Deja Vu.
5 Hal yang Menjelaskan Tentang Mengapa Kita Mengalami Deja Vu
Berikut ini beberapa alasan logis mengapa kita sering kali mengalami dejavu, silahkan simak pembahasannya dengan baik ya.
1. Terpicu Secara Kebetulan
Pada 2006 para ilmuan di Leeds Memory Group telah berhasil menciptakan sensasi deja vu dalam sebuah labolatorium dengan menggunakan hipnotis sebagai pemicu proses bekerja otak dalam mengenali sesuatu.
2. Loncatan Sirkuit Memori
Selain teori bahwa deja vu dapat terpicu secara kebetulan, ada pula ilmuan yang mengatakan bahwa deja vu dapat terjadi karena malfungsi di antara sirkuit memori jangka panjang dengan jangka pendek di dalam otak. Akibatnya kita yang mengalami merasa seolah-olah pernah mengalaminya di masa lalu.
3. Aktifnya Area
Yang di maksud dengan Aktifnya Area Rhinal Cortex di Otak adalah area otak yang membuat kita familiar terhadap sesuatu dengan yang kita lihat. Bagian ini bisa aktif karena di picu oleh area-area lain di dalam otak yang berhubungan dengan bagian memori. Biasanya yang muncul saat deja vu adalah rasa familiar yang samar, bukan terhadap objek atau orang tertentu.
4. Ingatan Palsu
Teori lainnya menyebutkan deja vu dapat terjadi karena adanya ingatan yang palsu. Menurut Valerie F. Reyna, salah satu psikolog yang mendukung teori tersebut, bahwa deja vu berkaitan dengan ingatan palsu. Ini adalah sejenis efek disosiasi memori. Hal ini memisahkan antara realitas dari ingatan.
5. Sinyal untuk Mencegah Ketidaksesuaian Memori
Peneliti Akira O’Connor, menyatakan bahwa ingatan palsu tidak dapat di salahkan sebagai penyebab deja vu. Sebab, ingatan palsu bisa jadi adalah sebuah tanda bahwa otak sedang memeriksa ingatannya.
O’Connor dan timnya pernah memindai otak dari 12 relawan, dan otak mereka di pindai ketika mereka menjalani tes yang dapat memicu munculnya memori palsu.
“Area otak yang berkaitan dengan konflik memori, ketimbang ingatan palsu, tampak lebih memicu pengalaman deja vu”. kata O’Connor.
O’Connor menyatakan hal tersebut sejalan dengan gagasan timnya yang mengatakan bahwa deja vu adalah kesadaran atas adanya ketidaksesuaian dalam sinyal memori. Ketidaksesuaian sinyal dalam memori yang harus di perbaiki inilah yang kemudian terdeteksi dalam sensai deja vu.